PENGERTIAN FILSAFAT DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT
A. Definisi Filsafat
Sekarang mari kita lanjutkan perbincangan kita dengan menyimak berbagai definisi filsafat yang disodorkan para ahli. Tetapi sebelumnya barangkali kita telusuri dulu pengertian filsafat secara bahasa (etimologi). Filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat merupakan gabungan dua kata, yaitu philein yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai, menghormati, menikmati, dan sophia atau sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, atau kejernihan. Secara etimologi, berfilsafat atau filsafat berarti mencintai, menikmati kebijaksanaan atau kebenaran. ( Sutardjo: 2007,10)
Menurut catatan sejarah, kata ini pertama kali di gunakan oleh Pythagoras, seorang filosof Yunani yang hidup pada 582-496 sebelum masehi. Cicero (106-43 SM), seorang penulis Romawi terkenal pada zamannya yang sebagian karyanya masih dibaca pada zaman sekarang, mencatat bahwa kata "filsafat" dipakai Pythagoras sebagai reaksi terhadap kaum cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya 'ahli pengetahuan'. Pythagoras menyatakan bahwa pengetahuan itu begitu luas dan terus berkembang. Tiada seorangpun yang mungkin mencapai ujungnya apalagi menguasainya. Jadi jangan sombong menjuluki diri kita 'ahli' dan 'menguasai' ilmu pengetahuan, apalagi kebijaksanaan. Paling tinggi kita ini, kata Pythagoras, yang banyak menysusun dan menemukan rumus-rumus ilmu yang jitu dan diakui hingga zaman modern, adalah pencari dan pecinta pengetahuan dan kebijaksanaan yakni filosofis.
Jelas sekarang dalam konteks bagaimana kata ini pertama kali muncul . Apa yang dimaksudkan Pythagoras. Walaupun bagaimanapun, diabaikan dan diselewengkan oleh banyak pihak terutama oleh kaum 'sophist' (seakan merekalah yang paling tahu dan bijaksana) yang mempergunakan kefasihan bahasa dan kelihaian bersilat lidah untuk menyakinkan masyarakat dan merebut pengaruh atau bahkan memprovokasi massa untuk berbuat demi kepentingan si provokator.
Yang lebih dikenal mempergunakan kata ini untuk suatu pencarian kebijaksanaan adalah filosof terkenal Socrates (470-399 SM). Socrates tidak saja terkenal karena pemikirannya yang briliyan, tetapi lebih karena ia banyak mengajukan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya kepada siapa saja yang dijumpainya membuat banyak orang bertanya-tanya sebagian orang menjadi lebih arif, lebih sadar diri, lebih pintar, tetapi ada yang merasa disudutkan dan dicemoohkan. Oleh sebagian penguasa dan tokoh masyarakat pertanyaan-pertanyaan Socrates dianggap berbahaya, subversif, provokatif. Pertanyaannya yang menyadarkan banyak membuat generasi muda menjadi ragu terhadap status quo, murtad dan memberontak.
Ia, filosuf sang penyadar ini, kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati, bukan ditembak atau digantung tetapi dengan minum racun. Ketika tidak ada yang tega menyodorkan piala berisi racun kepadanya, ia rela menegaknya sendiri demi menunjukkan bahwa ia filosof yang agung, seorang yang cinta kebijaksanaan dan benci kemunafikan dan kejahilan (seharusnya kita bersyukur karena tidak harus berkorban seperti Socrates untuk bisa cinta ilmu-kebijaksanaan dan benci kemunafikan-kejahilan).
Dilihat dari arti praktisnya, filsafat adalah alam berfikir atau alam pikiran. berfilsafat adalah berfikir. Langeveld, dalam bukunya "pengantar pada pemikiran filsafat" (1959) menyatakan, bahwa filsafat adalah suatu perbincangan mengenai segala hal, sarwa sekalian alam secara sistematis sampai ke akar-akarnya. Apabila dirumuskan kembali, filsafat adalah suatu wacana, atau perbincangan mengenai segala hal secara sistematis sampai konsekwensi terakhir dengan tujuan menemukan hakekatnya.
Sekarang mari kita lihat bagaimana definisi filsafat secara termenologi. Walaupun Hatta dan Langeveld mengemukakan pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu akan tetapi, untuk menyesuaikan pembahasan ini dengan tujuan perkuliahan kita, akan dicoba juga membahas pengertian filsafat secara singkat.
Berdasarkan hasil tela'ah, sejak zaman Yunani Kuno sampai dengan sekarang, beberapa ahli filsafat telah mendefinisikan filsafat. Plato menyatakan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang murni (asli). Murid Plato, Aristetoles mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika etika, ekonomi, politik, dan estetika. Descartes mendefinisikan filsafat sebagai kumpulan segala ilmu pengetahuan termasuk didalamnya Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Adapun Al-Farabi (wafat 950 M) filsuf muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki halikat yang sebenarnya. (Ahmad syadali, 16)
Sementara menurut Immanuel Kant menyatakan, bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya mencakup empat persoalan, yaitu apa yang dapat diketahui (metafisika), apa yang seharusnya diketahui ( etika), sampai dimana harapan kita (agama), dan apa yang dinamakan dengan manusia (antropologi) (Sutardjo, 2007:11), dan menurut Hasbullah Bakri merumuskan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam, semesta alam, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hekekat ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu.
Sepatutnya, kita memberikan catatan mengenai penggunaan istilah ilmu atau ilmu pengetahuan untuk pengertian umum filsafat. Saat ini, filsafat dan ilmu atau ilmu pengetahuan merupakan dua hal berbeda. Sedikit penjelasan dapat dikemukakan, bahwa sebelum tahun 1500-an, semua wacana disebut filsafat, setidaknya di Yunani. Orang yang sedang berbicara tentang ilmu bumi atau masalah jual beli pun disebut sedang berfilsafat karena pada dasarnya adalah mencari kebenaran. Setelah zaman filsafat modern yang dipelopori Descartes dan John Locke terdapat perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.
B. Ciri-ciri Filsafat
Dari begitu banyak definisi yang dikutip dan uraian yang dipaparkan, apakah ciri utama filsafat yang tetap hadir? Ciri itu adalah bahwa filsafat adalah upaya manusia untuk mendapatkan hakekat segala sesuatu. Apakah setiap upaya manusia menjawab persoalan hidup dapat dikatakan berfilsafat? Tentu saja tidak.
Ada lima ciri utama hingga upaya itu dapat dikatakan filsafat, yaitu:
1. Wacana atau argumentasi menandakan bahwa filsafat memiliki ciri kegiatan berupaya pembicaraan yang mengandalkan pada pemikiran, rasio, tanpa verifikasi uji empiris.
2. Segala hal atau sarwa sekalian alam. Artinya apa yang dibicarakan yang merupakan materi filsafat adalah segala hal menyangkut keseluruhan sehingga disebut perbincangan universal. Tidak ada yang tidak dibicarakan oleh filsafat. Ada atau tidak ada permasalahan, filsafat merupakan bagian dari perbincangan. Hal ini jelas berbeda dengan ilmu pengetahuan yang membicarakan suatu lingkup permasalahan, misalnya zoologi yang hanya membicarakan wujud binatang, tetapi lengkap dengan ukurannya. Sebagian orang berpendapat, bahwa ciri segala sesuatu ini meruakan inti dari filsafat sehingga filsafat bersifat universal.
3. Sistematis artinya perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratur menurut sistem yang berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Dengan demikian, perbincangan tersebut tepat dan tidak, dapat diikuti dan diuji oleh orang lain, meskipun pada akhirnya hanya ada satu pengertian mengenai sesuatu hal.
4. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya, sampai pada konsekwensinya yang terakhir, radiks artinya akar, juga disebut arche. Hal ini merupakan ciri khas berpikir filsafat. Hal ini jelas berbeda dengan ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari asumsi yang sering disebut keyakinan filsafati (philosophical belief). Pengertian sampai ke akar-akarnya, bahwa asumsi tersebut tidak hanya dibicarakan, tetapi digunakan. Ilmu pengetahuan menggunakan asumsi, tetapi filasafat membangun atau memperbincangkannya.
5. Hakekat merupakan istilah yang menjadi ciri khas filsafat. Hakikat adalah pemahaman atau hal yang paling mendasar. Jadi, filsafat tidak berbicara tentang wujud atau suatu materi, seperti ilmu pengetahuan, tetapi berbicara makna yang ada dibelakangnya. Dalam filsafat, hakikat seperti ini merupakan akibat dari berpikir secara radikal.
C. Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematis filsafat. Sistematis filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakekat, dan teori nilai.
isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan oleh filosuf ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, jadi luas sekali. Objek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut objek materia, yaitu segala yang ada dan mungkin ada tadi. tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki objek materia yang impiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian yang impriris, melainkan bagian yang abtraknya. Kedua, ada objek materia filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak empiris. Jadi, objek meteria filsafat tetap saja luas dari objek materia sains.
Selain objek materia, ada lagi objekforma, yaitu sifat penyelidikan. Objek forma filsafat ialah penyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan sain tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai batas objek itu daat diteliti secara empiris. Jadi, objek penelitian sains ialah pada batas dapat diriset, sedangkan objek penelitian filsafat adalah pada daerah tidak dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi, sains menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya.
D. Cara Mempelajari Filsafat
Isi filsafat ialah buah pikiran filosuf . Bagaimana cara mempelajarinya? Ini adalah kata lain bagi bagaimana cara memahaminya. Pertama sekali perlu kiranya diketahui bahwa isi filsafat amat luas. Luasnya itu disebabkan pertama oleh luasnya objek penelitian (objek material) filsafat, yaitu segala yang ada dan mungkin ada. Sebab lain ialah filsafat adalah cabang pengetahuan yang tertua. Dan sebab ketiga adalah pendapat filosof tidak ada yang tidak layak dipelajari, tidak ada filsafat yang ketinggalan zaman. Lalu bagaimana menghadapinya? dari mana memulainya?
Ada tiga macam metode mempelajari filsafat: metode sistematis, metode historis, dan metode kritis.
1. Metode Sistematis
Metode sistematis adalah cara mempelajari filsafat mengenai materi atau masalah-masalah yang dibicakannya. Sistimatis di sini artinya adanya susunan dan urutan (hierarki), juga kaitan suatu masalah dengan materi atau masalah lain yang terdapat dalam filsafat. Lantas, apa yang dimaksud dengan materi atau permasalahan dalam filsafat dan bagaimana susunan dan hubungan satu masalah dengan masalah lain terjadi? Tiga masalah pokok dalam dalam filsafat yang melahirkan jenis-jenis filsafat, disebut juga dengan problematika filsafat. Ketiga masalah tersebut antara lain. Pertama, masalah mengenal dan mengetahui (cognitio) atau teori pengetahuan. kedua, masalah segala sesuatu (metafisika), yaitu metafisika umum (ontologi), dan metafisika khusus atau belajar tentang teori hakekat. Ketiga, masalah penilaian, nilai, dan aksiologi. Pembagian besar ini dibagi lebih khusus dalam sistematika filsafat. Tatkala membahas setiap cabang atau subcabang itu, aliran-aliran akan terbahas. Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatian kita terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh ataupun periode. (Ahmad Tafsir, 2005:20)
Sebenarnya, sistematika filsafat ini sudah ada sejak masa Yunani Kuno yang terkenal adalah sistematika Aristoteles. Sistimatika ini dianggap sebagai sistematika pertama dalam filsafat, meskipun sebelumnya, guru Aristoteles, Plato telah mengemukakan tiga cabang filsafat, yaitu dialektika yang mempersoalkan gagasan atau pengertian umum, fisika yang mempersoalkan dunia materi, dan etika yang mempersoalkan baik serta buruk. Menurut Aristetoles, pembagian atau klasifikasi filsafat adalah logika yang dianggap sebagai pendahulu filsafat. Adapun klasifikasi filsafatnya, yaitu filsafat teoritis membicarakan fisika, matematika, dan metafisika; filsafat fisika praktis membicarakan etika, ekonomi, dan politik; serta filsafat poetika(kesenian) (Sutardjo, 2007:16)
2. Metode Historis
Metode historis adalah cara mempelajari filsafat berdasarkan urutan waktu, perkembangan pemikiran filsafat yang telah terjadi, sejak kelahirannya sampai saat ini, sepanjang dapat dicatat dan memenuhi syarat-syarat pencatatan serta penulisan sejarah. (Sutardjo, 2007:16). Pendekatan ini dapat dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah, misalnya dimulai darai membicarakan filsafat Thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam teori pengetahuan, teori hakekat, maupun dalam teori nilai. Lantas dilanjutkan dengan membicarakan Anaximandros, misalnya, lalu Socrates, lalu Rousseau, lantas kant, dan seterusnya sampai tokoh-tokoh kontemporer. Tokoh dikenalkan, kemudian ajarannya. Mengenalkan tokoh memang perlu karena ajarannya biasanya berkaitan erat dengan lingkungan, pendidikan, kepentingannya. Dalam menggunakan metode historis dapat pula ditempuh cara lain, yaitu dengan cara membagi babakan sejarah filsafat. Misalnya mula-mula dipelajari filsafat kuno (ancient philosophy). Ini biasanya sejak Thales sampai menjelang Plotinus, dibicarakan tokoh-tokohnya, ajaran masing-masing, ciri umum filsafat periode itu. Kemudian para pelajar menghadapi filsafat Abad Pertengahan (middle philosophy), lalu filsafat abad modern (modern philosophy). Variasi cara mempelajari filsafat dengan metode historis cukup banyak. Yang pokok, mempelajari filsafat dengan menggunakan metode historis berarti mempelajari filsafat secara kronologis. Untuk pelajar pemula metode ini baik digunakan. (Ahmad Tafisr, 2005:20)
3. Metode kritis.
Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pelajar haruslah sedikit banyak telah memiliki pengetahuan filsafat. pelajaran filsafat pada tingkat sekolah pascasarjana sebaiknya menggunakan metode ini. Di sini pengajaran filsafat dapat mengambil pendekatan sistematika ataupun historis. Langkah pertama ialah memahami isi ajaran, kemudian pelajar mencoba mengajukan kritiknya. Kritik itu mungkin dalam bentuk menentang, dapat juga berupa dukungan terhadap ajaran filsafat yang sedang dipelajari. Ia mengkritik mungkin dengan menggunakan pendapatnya sendiri ataupun dengan menggunakan pendapat filosofis lain. (Ahmad Tafisr, 2005:21)